Tapera, Tabungan Rakyat atau Tabungan Pemerintah?
Baru-baru ini, masyarakat ramai membicarakan kebijakan baru yang disahkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai Tapera atau Tabungan Perumahan Rakyat, yang mewajibkan pemotongan gaji atau upah pekerja. Tapera adalah tabungan yang disimpan oleh peserta secara periodik untuk jangka waktu tertentu, yang hanya dapat digunakan untuk pembiayaan perumahan atau dikembalikan beserta hasil pemupukannya setelah masa kepesertaan berakhir (Pasal 1 PP No. 25/2020). Dasar hukum Tapera diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 yang merupakan perubahan dari PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera (Pangestu, 2024).
Setelah kebijakan ini disahkan, tentu menuai berbagai pro dan kontra di kalangan masyarakat, terutama di kalangan pekerja. Para pekerja yang kontra dengan kebijakan ini mengaku tidak setuju dengan kebijakan ini karena penghasilan atau gajinya akan dikenakan tambahan potongan sebesar 2,5%, dan perusahan juga keberatan karena harus menanggung 0,5% untuk potongan iuran Tapera. Beberapa dari pekerja juga menolak karena tidak semua orang dapat menerima manfaat dari kebijakan Tapera.
Menurut Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo, banyak hal yang perlu dicermati dari PP Nomor 25 Tahun 2020.
Menurut laporan dari situs berita Kompas.com, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Jakarta mengajukan permintaan kepada pemerintah untuk membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 mengenai Tapera.
Ketua DPP Apindo Jakarta, Solihin, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengajukan penolakan terhadap PP tentang Tapera sebelum disahkan oleh pemerintah. "Pungutan tambahan sebesar 2,5 persen dari upah pekerja memberatkan dan mengurangi daya beli mereka. Selain itu, pemungutan sebesar 0,5 persen dari pengusaha juga menambah beban, yang saat ini sudah mencapai antara 18,24 hingga 19,7 persen," kata Solihin di Kantor DPP Apindo Jakarta, Senin (10/6/2024).
Solihin juga menambahkan bahwa Apindo bersama serikat pekerja menentang Tapera karena mewajibkan pekerja mandiri untuk ikut serta dalam Tapera meskipun sudah memiliki rumah. "Dalam sistem Tapera, pekerja mandiri tetap diwajibkan untuk mendaftar dan membayar iuran, meskipun sudah memiliki rumah. Seharusnya hal ini bersifat sukarela," tegasnya (Prihatini, 2024).
Selain itu, Agus Pambagio sebagai Pengamat Kebijakan Publik mendorong pemerintah untuk membuat aturan yang jelas jika ingin melanjutkan program iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Menurut Agus, saat ini belum ada peraturan yang baku terkait iuran Tapera. “Bentuknya seperti apa, bagaimana, kan belum ada,” kata Agus saat dihubungi, Minggu (9/6/2024). Agus menambahkan bahwa pemerintah harus melengkapi dan menjelaskan semua detail tentang Tapera kepada publik, termasuk tujuan, prosedur pengambilan, dan situasi bagi mereka yang sudah memiliki rumah atau tanah.
Agus menegaskan pentingnya skema yang jelas tentang pengambilan iuran Tapera. “Karena orang diambil uangnya harus dijelaskan,” ujarnya. Ia juga menyarankan agar pemerintah melakukan konsultasi publik atau penyerapan aspirasi masyarakat sebelum memberlakukan iuran Tapera. “Karena peraturan itu belum ada, jadi lengkapi dulu itu, serap dulu. Namanya konsultasi publik, baru setelah itu bikin peraturannya, jelaskan. Harus gitu, ini kan uang diambil paksa,” kata Agus. Ia menganggap wajar jika masyarakat menolak iuran Tapera karena pengumpulan uang rakyat rawan korupsi.
Sementara itu, pakar kebijakan publik lainnya, Trubus Rahardiansyah, berpendapat bahwa jika iuran Tapera hendak dilanjutkan, peruntukannya harus jelas. Trubus menyarankan agar iuran Tapera difokuskan untuk masyarakat berpenghasilan rendah. “Hitung-hitungannya harus jelas. Ini untuk orang miskin, yang kaya beda lagi. Jangan dicampuradukkan. Jangan yang kaya sampai ikut beli. Nanti ujung-ujungnya dibangun kontrakan atau kos-kosan. Jadi harus tegas,” ujar Trubus. Ia juga menekankan pentingnya kepastian bagi peserta untuk mendapatkan rumah sesuai domisili atau KTP mereka (Achmad & Krisiandi, 2024).
Selain beberapa pakar dan asosiasi yang menolak disahkannya PP No. 21 Tahun 2024, sebagian besar pekerja buruh dan mahasiswa menolak adanya peraturan tentang iuran Tapera atau Tabungan Perumahan Rakyat ini. Untuk menolak Tapera, para buruh dan mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa di berbagai wilayah di Indonesia.
Aksi penolakan terhadap iuran Tapera yang dilakukan oleh ratusan mahasiswa di depan gedung DPRD Lumajang diwarnai dengan aksi ricuh lantaran tak kunjung ditemui oleh anggota dewan. Bruntung aksi tersebut tidak berlangsung lama karena salah satu anggota dewan akhirnya keluar dan menenui ratusan mahasiswa yang tengah melakukan aksi unjuk rasa dan juga mengajaknya masuk ke dalam gedung untuk menyampaikan aspirasinya (Wicaksono, 2024).
Selain aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh ratusan mahasiswa di Lumajang, Jawa timur, para buruh juga melakukan aksi blokade jalan Tol Tangerang-Merak. Aksi ini dilakukan oleh ribuan buruh yang menamakan Aliansi Buruh Banten Bersatu (AB3). Menurut Dedi Sudarajat, Presidium AB3, aksi serentak ini berlangsung di 10 daerah, termasuk Banten. Para buruh mengadakan longmarch sepanjang puluhan kilometer dan mengakhiri aksi dengan memblokade jalan tol (ST, 2024).
Penolakan terhadap Tapera mencerminkan kekhawatiran terkait tambahan beban finansial bagi pekerja dan pengusaha, ketidakjelasan aturan, potensi korupsi, serta penggunaan dana yang mungkin tidak sesuai sasaran. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah perlu menyusun peraturan yang lebih jelas dan transparan, serta memastikan bahwa kebijakan tersebut benar-benar bermanfaat bagi mereka yang memerlukannya. Konsultasi publik dan komunikasi yang efektif dengan semua pemangku kepentingan sangat penting dalam pelaksanaan kebijakan ini.
Hingga saat ini peraturan Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera masih menuai penolakan dari kalangan buruh, ASN, hingga mahasiswa. Buruh dan juga mahasiswa terus berupaya melakukan upaya aksi unjuk rasa terhadap penolakan Tapera agar pemerintah mengkaji ulang dan membatalkan rencana penyelenggaraan Tabungan Perumahan rakyat atau Tapera ini.
Referensi
Pangestu, I. I. (2024). Tapera: Sejarah Pembentukan dan Tujuannya. Detikproperti. https://www.detik.com/properti/berita/d-7362668/tapera-sejarah-pembentukan-dan-tujuannya
Prihatini, Z. (2024). Minta PP Tapera Dibatalkan, Apindo Jakarta: Beban Berat bagi Perusahaan dan Pekerja. Kompas.Com. https://video.kompas.com/watch/1505390/minta-pp-tapera-dibatalkan-apindo-jakarta-beban-berat-bagi-perusahaan-dan-pekerja
ST, S. (2024). Tolak Tapera, Ribuan Buruh Blokade Tol Tangerang-Merak. Radio Republik Indonesia (RRI). https://www.rri.co.id/pusat-pemberitaan/daerah/769614/tolak-tapera-ribuan-buruh-blokade-tol-tangerang-merak
Wicaksono, N. H. (2024). Demo Tolak Tapera di Lumajang Ricuh, Mahasiswa-Polisi Saling Dorong. DetikJatim. https://www.detik.com/jatim/berita/d-7387451/demo-tolak-tapera-di-lumajang-ricuh-mahasiswa-polisi-saling-dorong
Post a Comment