KURANGNYA TINGKAT LITERASI DALAM PENDIDIKAN DI INDONESIA
![]() |
https://pin.it/4AwT1ts0K |
Indonesia menghadapi tantangan serius dalam meningkatkan minat membaca di kalangan pelajarnya. Membaca adalah kemampuan dasar yang sangat penting untuk perkembangan individu dan masyarakat, namun minat membaca di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini berdampak signifikan pada kualitas pendidikan dan perkembangan sumber daya manusia.
"Menurut data dari UNESCO, menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca di Indonesia sangatlah rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Indonesia secara signifikan tertinggal di belakang negara-negara maju dalam hal jumlah faselitas dalam memudahkan rakyatnya rajin membaca seperti kurangnya perpustakaan umum, khususnya di pedalaman."(Febriyanti, 2023)
Minat membaca yang rendah di kalangan siswa dan masyarakat Indonesia terlihat dari rendahnya tingkat literasi dan pemahaman bacaan. Banyak siswa yang kesulitan memahami teks bacaan, baik di tingkat dasar maupun menengah. Kurangnya kebiasaan membaca di rumah dan di sekolah berkontribusi pada masalah ini. Budaya membaca belum menjadi bagian menyenangkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Anak-anak lebih senang dan aktif dalam akegiatan lain seperti menonton televisi, bermain permainan daring, tidur, dan menggunakan media sosial daripada membaca buku. Mereka masih belum sadar akan pentingnya membaca untuk menambah ilmu pengetahuan dan pemahaman mereka, sehingga mereka masih meremehkan kebiasaan dalam membaca.
Di banyak daerah, terutama di wilayah terpencil, akses terhadap bahan bacaan berkualitas sangat terbatas. Banyak sekolah tidak memiliki perpustakaan yang layak atau memadai, atau bahkan banyak sekolah dan daerah yang tidak memiliki perpustakaan sama sekali. Koleksi buku yang tersedia sering kali minim dan kurang menarik dan relevan bagi siswa. Selain itu, metode pengajaran yang digunakan di sekolah sering kali kurang menarik dan tidak mendorong para siswanya untuk membaca lebih banyak buku.
Pengaruh media elektronik seperti televisi dan ponsel juga menjadi faktor yang menghambat minat membaca. Anak-anak dan remaja lebih tertarik pada konten visual dan interaktif yang ditawarkan oleh media elektronik daripada membaca buku. Hal ini mengakibatkan waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk membaca dan meningkatkan keterampilan literasi teralihkan oleh aktivitas yang kurang produktif.
Secara keseluruhan, rendahnya minat membaca di Indonesia merupakan masalah yang kompleks dan membutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak. Meskipun tantangan ini besar, dengan upaya yang terkoordinasi dan komitmen untuk membangun budaya membaca, Indonesia dapat meningkatkan minat membaca di kalangan pelajar dan masyarakatnya.
"Faselitas atau sarana dan prasarana sangat menunjang kemampuan membaca. Perpustakaan, taman baca masyarakat, dan ketersediaan buku-buku bacaan adalah contoh dari sarpras itu sendiri. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dalam mendukung program Merdeka Belajar Ke-23 telah membagikan buku bacaan di seluruh Indonesia dalam bentuk buku bacaan bermutu."(Adit, 2023)
Minat membaca yang rendah di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan literasi. Masalah ini dapat dilihat dari beberapa aspek utama:
1. Perpustakaan yang Tidak Memadai
Banyak sekolah dan masyarakat di Indonesia kekurangan perpustakaan yang layak. Perpustakaan yang ada sering kali memiliki koleksi buku yang terbatas, usang, dan kurang menarik. Ini membuat siswa dan masyarakat sulit mendapatkan bahan bacaan yang dapat menumbuhkan minat mereka untuk membaca.
2. Kualitas dan Ketersediaan Buku
Buku yang tersedia sering kali tidak menarik atau relevan dengan minat dan kebutuhan pembaca. Koleksi yang terbatas dan kondisi buku yang buruk dapat menurunkan minat siswa dan masyarakat untuk membaca.
3. Ruang Baca yang Kurang Nyaman
Ruang baca yang nyaman sangat penting untuk mendukung aktivitas membaca. Banyak sekolah dan perpustakaan tidak memiliki ruang baca yang memadai, seperti yang memiliki pencahayaan yang baik, tempat duduk yang nyaman, dan suasana yang kondusif untuk membaca.
4. Akses Terhadap Teknologi dan Sumber Daya Digital
Akses ke teknologi seperti komputer, tablet, dan internet sangat terbatas di banyak sekolah dan perpustakaan. Ini membatasi kemampuan siswa untuk mengakses e-book dan sumber daya digital lainnya yang bisa menarik minat mereka untuk membaca.
5. Pendanaan yang Tidak Mencukupi
Keterbatasan dana merupakan masalah utama dalam menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung literasi. Banyak institusi pendidikan dan perpustakaan tidak memiliki anggaran yang cukup untuk membeli buku baru, memperbaiki fasilitas, atau menyediakan teknologi yang diperlukan.
Televisi dan ponsel memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat baca. Televisi sering mengurangi waktu yang bisa digunakan untuk membaca karena orang lebih memilih menonton acara yang menarik dan menghibur. Konten visual dari televisi membuat kegiatan membaca tampak kurang menarik, sehingga minat baca menurun. Meskipun beberapa program televisi edukatif dapat mendorong minat baca, program semacam ini tidak selalu populer.
"Di era modern saat ini, ponsel pintar tentu sangat berguna, mudah, bahkan menjadi bahan hiburan dan kesenangan. Bukan hanya orang dewasa, anak-anak kini juga sudah aktif menggunakannya. Ponsel menawarkan beragam hiburan dan fitur, seperti permainan, Youtube, Tiktok dan lain sebagainya, sehingga menggeser minat seseorang terhadap kegiatan membaca buku, yang dimana membaca adalah sumber pengetahuan. Hal ini tentu saja berdampak pada kemampuan literasi."(Adit, 2023)
Ponsel juga mempengaruhi minat baca dengan cara yang serupa. Penggunaan ponsel untuk media sosial dan aplikasi hiburan mengurangi waktu dan konsentrasi yang seharusnya bisa digunakan untuk membaca. Meskipun ponsel menyediakan akses mudah ke e-book dan artikel online, yang bisa mendukung minat baca, distraksi konstan dari notifikasi dan fitur interaktif sering kali mengganggu fokus yang dibutuhkan untuk membaca secara mendalam.
Secara keseluruhan, baik televisi maupun ponsel cenderung mengalihkan perhatian dari kegiatan membaca, meskipun keduanya juga bisa dimanfaatkan secara positif jika digunakan dengan bijak.
Finlandia menjadi negara dengan tingkat literasi tertinggi di dunia karena beberapa faktor utama. Pertama, sistem pendidikannya yang sangat berkualitas menekankan pada pembelajaran menyeluruh dan mendalam sejak usia dini. Guru-guru di Finlandia sangat terlatih dan dihargai, sehingga mereka mampu memberikan pendidikan yang efektif dan bermakna.
"Rakyat di Finlandia sangat mengedepankan budaya membaca, tidak heran jika generasi mereka membudayakan membaca sejak dini, dari generasi yang lalu sampai sekarang. Tingkat literasi orang-orang di Finlandia pun tinggi. Hal ini juga didukung dengan perpustakaan-perpustakaan yang tersebar di seluruh wilayah Finlandia. Salah satu upaya mereka agar masyarakatnya betah berlama-lama membaca buku, adalah dengan menjaga dan memperhatikan faselitas atau sarana dan prasarana seperti perpustakaan yang rapih dan bersih, agar pengunjung nyaman saat sedang membaca di area tersebut. Buku-buku yang tersedia pun beragam, mulai dari buku anak hingga buku rujukan untuk berbagai bidang."(Novriska, 2022)
Kedua, Finlandia memiliki budaya membaca yang kuat. Anak-anak didorong untuk membaca sejak usia dini, dan membaca dianggap sebagai aktivitas penting dan menyenangkan. Perpustakaan di Finlandia sangat mudah diakses dan menyediakan berbagai bahan bacaan berkualitas untuk semua usia.
Ketiga, pendekatan Finlandia terhadap pendidikan sangat fleksibel dan siswa didorong untuk belajar dengan kecepatan mereka sendiri, tanpa tekanan berlebihan dari ujian standar. Ini membantu menciptakan lingkungan belajar yang mendukung dan non-stres, yang memungkinkan siswa untuk berkembang dan menikmati belajar.
Keempat, pemerintah Finlandia mendukung literasi melalui berbagai kebijakan yang mempromosikan pendidikan dan membaca sebagai bagian penting dari kehidupan sehari-hari. Investasi yang konsisten dalam pendidikan, termasuk infrastruktur sekolah dan pelatihan guru, juga berkontribusi pada tingkat literasi yang tinggi.
Dengan kombinasi dari sistem pendidikan yang kuat, budaya membaca yang didukung oleh masyarakat, pendekatan pembelajaran yang fleksibel, dan dukungan pemerintah yang kuat, Finlandia berhasil mencapai tingkat literasi tertinggi di dunia.
"Rendahnya literasi peserta didik dapat mempengaruhi stabilitas nasional karena meningkatnya risiko perpecahan masyarakat akibat kebencian dan prasangka yang muncul karena kurangnya pemahaman terhadap keberagaman bangsa."(Romadhona, 2024)
Minimnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat dapat meningkatkan risiko perpecahan karena beberapa alasan. Pertama, kurangnya pemahaman tentang isu-isu penting dan kompleks sering kali mengarah pada penyebaran informasi yang salah atau hoaks. Informasi yang tidak akurat dapat memicu ketakutan, prasangka, dan kebencian di antara kelompok-kelompok masyarakat.
Kedua, kurangnya pendidikan dan pengetahuan membuat masyarakat lebih rentan terhadap manipulasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk memecah belah. Tanpa pemahaman kritis, masyarakat lebih mudah dipengaruhi oleh propaganda atau narasi yang memperkuat perbedaan dan konflik.
Ketiga, minimnya pengetahuan menghambat kemampuan individu untuk memahami dan menghargai perspektif dan budaya lain. Hal ini dapat menyebabkan intoleransi dan diskriminasi, yang pada gilirannya memperburuk ketegangan sosial.
Keempat, kurangnya pemahaman juga menghambat kemampuan masyarakat untuk berdialog secara konstruktif dan mencari solusi bersama. Ketidakmampuan untuk berkomunikasi dan bekerja sama dengan baik dapat memperdalam jurang perbedaan dan memicu konflik.
Secara keseluruhan, pengetahuan dan pemahaman yang minim membuat masyarakat lebih mudah terpecah oleh perbedaan, memperbesar risiko konflik, dan menghambat upaya untuk membangun kerukunan dan kesatuan.
"KEMAMPUAN literasi yang rendah dapat menyebabkan sumber daya manusia (SDM) tidak produktif saat memasuki dunia kerja. Hal itu diungkapkan Direktur Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Amich Alhumami dalam Rakornas Bidang Perpustakaan yang diselenggarakan Perpusnas secara daring di Jakarta, Selasa (23/3)."(Oebadillah, 2021)
Pertama, membaca adalah salah satu cara utama untuk memperoleh pengetahuan dan informasi. Ketika minat membaca rendah, akses individu terhadap informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan mereka juga terbatas. Hal ini menghambat kemampuan mereka untuk memahami konsep-konsep penting dan mengikuti perkembangan dalam bidang mereka.
Kedua, membaca meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan analitis. Tanpa kebiasaan membaca yang kuat, kemampuan individu untuk menganalisis informasi, memecahkan masalah, dan membuat keputusan yang bijaksana berkurang. Ini berakibat pada penurunan kualitas pengambilan keputusan baik di tingkat individu maupun organisasi.
Ketiga, membaca memperluas kosakata dan kemampuan berkomunikasi. Minat membaca yang rendah menyebabkan keterbatasan dalam kemampuan berkomunikasi secara efektif, baik lisan maupun tulisan. Kemampuan komunikasi yang buruk dapat menghambat kolaborasi dan efektivitas dalam pekerjaan serta interaksi sosial.
Keempat, membaca juga berkontribusi pada pengembangan empati dan pemahaman sosial. Literatur dan bacaan lainnya sering kali memperkenalkan pembaca pada perspektif dan pengalaman yang berbeda. Tanpa minat membaca, kemampuan individu untuk memahami dan menghargai perbedaan budaya dan pandangan hidup dapat berkurang, yang dapat menghambat kerja sama dan harmoni dalam lingkungan kerja yang semakin global.
Secara keseluruhan, rendahnya minat membaca mengakibatkan kurangnya pengetahuan, kemampuan berpikir kritis, keterampilan komunikasi, dan empati, yang semuanya merupakan komponen penting dari kualitas SDM yang tinggi. Tanpa kualitas-kualitas ini, individu dan tenaga kerja secara keseluruhan menjadi kurang kompetitif dan kurang efektif dalam menghadapi tantangan dan peluang di dunia modern.
Post a Comment